DISUSUN OLEH
Kelompok
2 XI IPS 1 SMA Xaverius 1 Palembang
Nama Anggota:
1. Felixianto R. (13)
2. Gabriella R. C. S (15)
3. Leona Jaya (23)
4.
Meirina Nabila Saputri (26)
5. M. Imansyah H (29)
6. Salsabila Adifa (32)
Link Video Youtube:
https://youtu.be/gqXPhjT9Ass
Kasus
pembunuhan Angeline merupakan peristiwa kekerasan terhadap anak
perempuan berusia delapan tahun yang terjadi di Kota Denpasar, Balipada tanggal
16 Mei 2015. Peristiwa ini menjadi populer dalam berbagai media di Indonesia
diawali dengan pengumuman kehilangan anak tersebut (semula disebut Angeline)
dari keluarga angkatnya melalui sebuah laman di facebookberjudul "Find
Angeline-Bali's Missing Child". Besarnya perhatian dari berbagai pihak
membuat terungkapnya kenyataan bahwa Engeline selama ini tinggal di rumah yang
tidak layak huni dan mendapat pengasuhan yang kurang baik dari orangtua
angkatnya bahkan mendapatkan penyiksaan baik fisik maupun mental. Akibat sikap
yang sangat tertutup dan tidak kooperatif dari ibu angkatnya, Margriet
Christina Megawe (62 tahun), memunculkan dugaan bahwa Engeline hilang bukan
karena diculik melainkan karena dibunuh bahkan sebelum jenazahnya ditemukan.
Jasad Engeline kemudian ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya di
Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali, pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2015 dalam
keadaan membusuk tertutup sampah di bawah pohon pisang setelah polisi mencium bau
menyengat dan melihat ada gundukan tanah di sana. Selanjutnya polisi
menyelidiki lebih mendalam dan menetapkan dua orang tersangka pembunuh, yaitu
Agus Tay Hamba May, pembantu rumah tangga, dan Margriet Christina Megawe, ibu
angkatnya. Ayah angkat Engeline, Douglas, dikabarkan sangat menyayangi anak
angkatnya tersebut. Namun kemudian Douglas meninggal dunia pada tanggal 17
September2008. Margriet tampak terpukul dengan kematian suami keduanya
tersebut.Dalam pengasuhan Margriet sebagai orangtua tunggal, pada tahun-tahun
terakhirnya diduga Engeline mengalami banyak kekerasan baik secara fisik maupun
mental.Diketahui bahwa ibu angkatnya tersebut menjadi seorang yang
temperamental. Dari foto-foto yang ada dan kesaksian dari guru di
sekolahnyatampak bahwa pada tahun terakhir kehidupannya ia mengalami penurunan
berat badan. Engeline juga tinggal di rumah yang tidak layak huni, karena
dikelilingi oleh kandang ayam dan berbau tidak sedap walaupun mereka adalah
keluarga yang secara ekonomi berkecukupan.Setiap hari Engeline diberi tugas
untuk mencuci baju, mengepel lantai, membersihkan rumah, serta memberi makan
binatang-binatang peliharaan ibu angkatnya berupa ayam, anjing, dan kucing.
Bila ia lupa melakukannya, maka ia pasti mendapatkan perlakuan kasar dari ibu angkatnya.
Padahal jumlah ayam yang dimiliki ibu angkatnya tersebut mencapai puluhan ekor.
Akibat tugas tersebut, ia sering datang ke sekolah dalam keadaan baju yang
lusuh serta badan dan rambut yang bau. Bahkan pernah ia dilaporkan oleh
teman-teman sekelas kepada guru kelasnya di kelas 2B, Putu Sri Wijayanti,
karena baunya. Ternyata saat itu di rambut Angeline banyak gumpalan kotoran
ayamsehingga ia harus dimandikan dan dikeramasi rambutnya oleh Wijayanti. Di
sekolahnya, SD 12 Sanur, Denpasar, khususnya setelah menginjak kelas 2,
Engeline terlihat sebagai anak yang memiliki sifat pendiam, pemurung, lusuh,
berwajah sendu, dan sering terlambat. Dia bersekolah pukul 12.00 WITA dan
pulang pukul 17.00 WITA. Ia harus mempersiapkan bekal sekolahnya sendiri dan
pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 2 km bila melaui jalan raya atau 1
km bila melalui pematang sawah. Rutinitas pekerjaan yang tidak sewajarnya bagi
seorang anak ini mengakibatkan Engeline tampak kelelahan, tidak sehat, dan
terganggu perkembangannya.Namun Engeline bersifat tertutup dan tidak mau
bercerita tentang penderitaan yang ia alami kepada gurunya. Hanya setelah
didesak akhirnya ia mau mengatakan kepada gurunya bahwa ia sering pusing di
sekolah karena belum makan. Mengenai hal ini, Margriet membela diri bahwa
Engeline memang tidak suka makan dan cuma mau minum susu saja. Padahal ketika
diberi makan di sekolah oleh gurunya, ternyata Engeline bisa sampai
menghabiskan dua piring makanan yang disediakan. Mengetahui keadaan yang
dialami Engeline, Kepala Sekolahnya - I Ketut Ruta - sempat berniat untuk
mengadopsi anak tersebut. Ia meminta wali kelas Engeline untuk menyampaikan
niatnya kepada Margriet. Namun Margriet melarangnya dengan alasan Engeline
mempunyai tanggung jawab berupa berbagai tugas dan kewajiban yang harus
dilakukannya di rumah. Walaupun Margriet adalah seorang yang temperamental
tetapi ia membantah sangkaan bahwa ia sebagai ibu angkat tidak mengasuh
Engeline dengan baik apalagi sampai melakukan kekerasan. Ia menyatakan bahwa ia
menyayangi Engeline dan anak itu pun menyayangi dia. Ia memberi berbagai tugas
kepada Engeline semata hanya untuk mendidiknya agar mandiri. Ia mengaku tidak
mau dipisahkan dengan Engeline, sehingga ketika mendengar bahwa Komnas
Perlindungan Anak akan mengambil hak asuh anaknya, ia berang dan menyatakan
akan membunuh siapapun yang akan mengambil anak itu dari sisinya. Kasus yang
menimpa Engeline pertama kali mengemuka dengan beredarnya kabar tentang
hilangnya anak tersebut. Kabar tersebut tersebar luas antara lain akibat
dibuatnya sebuah laman di jejaring sosial facebook berjudul "Find
Angeline-Bali's Missing Child". Laman tersebut dibuat oleh salah satu
kakak angkat Engeline yang sedang kuliah di Amerika Serikat, yaitu Christine,
pada tanggal 16 Mei 2015 sekitar pukul 17.00 WITA. Sementara Yvonne membuat selebaran mengenai
hilangnya Engeline. Keesokan harinya berbagai media massa turut memberitakan
kehilangan tersebut. Berdasarkan informasi dari Yvonne, dikabarkan bahwa
adiknya hilang saat mereka bermain di depan rumah sekitar pukul 15.00 WITA.
Setelah tidak juga ditemukan sampai pukul 18.00, maka kemudian Yvonne
melaporkannya ke polisi. Tim pencari anak hilang dari kepolisian lantas
mencarinya dari Denpasar sampai ke Banyuwangi, tampat lahir orang tua
kandungnya. Berbagai upaya dilakukan oleh polisi, seperti mengamati CCTV di
sekitar lokasi, menganalisis telepon seluler orang tua kandung dan orang tua
angkatnya, serta menggunakan anjing pelacak. Namun anjing tersebut tidak
menemukan jejak Engeline dan hanya berputar-putar di sekitar rumah saja.
Keluarga Engeline yang berasal dari luar Bali pun berdatangan ke kediaman
Engeline untuk membantu mencari anak tersebut.Kasus kehilangan anak ini juga
menarik perhatian Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sehingga
ketuanya, Arist Merdeka Sirait, beserta dua anggota timnya datang ke Bali untuk
melakukan dialog dengan Polresta Denpasar dan Polda Bali. Mereka juga kemudian
berkunjung dan menemui Margriet di rumahnya. Saat itu, Margriet memperkenankan
mereka untuk melihat kamar dan ruangan dalam rumah. Dari hasil kunjungan itu,
Arist berkesimpulan bahwa selama ini Engeline tinggal di rumah yang kondisinya
sangat buruk dan tidak layak huni dengan halaman dipenuhi kandang ayam
berjumlah sekitar seratus ayam sehingga akan membuat anak tidak bisa berkembang
dengan baik. KPAI juga menyatakan maksudnya akan mengambil alih sementara hak
asuh Margriet atas Engeline, sehingga membuat Margriet menangis histeris. Dia
mengaku tidak terima, bahkan mengancam akan membunuh siapa pun yang akan
mengambil anaknya itu karena dia menyayangi Engeline dan Engeline pun
menyayanginya. Selain oleh KPAI, rumah Margriet juga didatangi oleh dua menteri
Kabinet Kerja, yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak,Yohana Yembise. Namun Margriet menolak menemui keduanya dan
kedua menteri itu tidak diperbolehkan memasuki rumahnya. Hilangnya Engeline
juga dibantu penanganannya oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah
Kota Denpasar yang menangani perempuan dan anak. Mereka sudah memiliki
kekhawatiran bahwa hilangnya Angeline bukan karena diculik atau melarikan diri,
tapi justru dibunuh. Hal ini dinyatakan oleh pendamping hukum P2TP2A, Siti
Sapurah tanpa mencurigai siapa pun termasuk ibu angkatnya. Hal tersebut
didasari minimnya indikasi yang mereka temukan bahwa Engeline hilang di sekitar
rumah atau diambil seseorang. Sehingga mereka menduga bahwa Engeline
dihilangkan, dikubur atau dibunuh. Apalagi saat polisi melakukan pemeriksaan
Margriet tidak koperatif dan ada ruang di rumah Margriet yang tidak boleh
dimasuki orang lain kecuali orang terdekatnya dia. Ditambah lagi karena mantan
pembantu Margriet, yaitu Agus Tay Hamba May, pernah mengatakan bahwa satu hari
sebelum dilaporkan hilang, hidung Engeline berdarah karena dipukul ibunya.
Pencarian Engeline terhenti setelah ia ditemukan dalam keadaan tewas terkubur
di halaman belakang rumahnya pada hari Rabu, 10 Juni 2015. Jasadnya dalam
kondisi membusuk di bawah pohon pisang, ditutup sampah, terkubur bersama
bonekanya. Otopsi segera dilakukan di Instalasi Forensik di RSUP Sanglah
pimpinan dr Ida Bagus Putu Alit, DMF, SpF. Dari hasil otopsi, Engeline
diketahui meninggal sejak tiga minggu sebelumnya. Di tubuh jenazah ditemukan
luka-luka kekerasan berupa memar pada wajah, leher, serta anggota gerak atas
dan bawah. Di punggung kanan jenazah ditemukan luka sundutan rokok. Selain itu,
ditemukan juga luka lilitan dari tali plastik sebanyak empat lilitan. Sebab
kematiannya dipastikan karena kekerasan benda tumpul pada wajah dan kepala yang
mengakibatkan pendarahan pada otak. Jasad Engeline kemudian dimakamkan di Dusun
Wadung Pal, Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi yang
merupakan kampung halaman dari ibu kandungnya.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembunuhan_Engeline
Opini dan Tanggapan, Analisis, Solusi
dari setiap anggota:
1.
Felixianto : Menurut pendapat saya kasus
tersebut merupakan pelanggaran HAM yang sangat tidak terpuji dan tidak pantas
dilakukan oleh orang tua,seharusnya orang tua harus memberikan perhatian yang
lebih untuk anak di bawah umur
2.
Gabriella : Menurut saya kasus pembunuhan Angeline merupakan suatu
perbuatan yang melanggar HAM karena telah menghilangkan nyawa seseorang.
Angeline merupakan bocah cilik yang tidak memiliki kesalahan apapun namun harus
disiksa dan diperlakukan seperti seekor binatang oleh ibunya sendiri. Padahal tidak
seharusnhya seorang ibu menyuruh tukang kenbun yang ada dirumahnya untuk
memeperkosa Angeline yang notabene adalah seorang anak dibawah umur yang
dibunuh dan dibuang jasadnya di belakang rumah. Seharusnya hal ini tidak
terjadi di Indonesia.
3. Leona : Menurut pendapat saya kasus
ini melanggar kebijakan HAM dan memaksa kehendak anak maka kasus ini harus
diberantas .sebaiknya angeline diberi pendidikan dan kasih sayang oleh orang tua
agar angeline dapat menjadi pribadi yang baik di masa depannya
4.
Meirina : kasus pelanggaran HAM Angeline adalah salah
satu kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia karena kasus
tersebut telah melanggar pasal 28 A dan 28 B dimana Angeline memiliki hak untuk
hidup dan mempertahankan hidupnya karena ibu tirinya merampas hidup Angeline
dengan membunuh Angeline, Angeline juga memiliki hak untuk kelangsungan
hidupnya, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan &
diskriminasi namun ibu tirinya melakukan kekerasan dan menyiksa Angeline. Seseorang
tidak diperbolehkan untuk mengambil hidup seseorang atau mengancam nyawa
seseorang bahkan membunuh, Ibu tiri Angeline telah melanggar HAM yang dimiliki
oleh Angeline dengan mengambil nyawa Angeline seharusnya ibu tiri Angeline
dapat mendapat hukuman yang pantas karena telah mengambil nyawa seorang anak
yang tidak berdosa. Karena setiap orang memiliki hak atas HAM.
5.
M. Imansyah : Menurut
pendapat saya kasus ini sangat di sayangkan karena sudah di luar batas
kewajaran manusia dan saya merasa kasihan dengan angeline karena masa depanny
terhenti seharusnya orang tua angeline lebih memikirkan kasih sayang kepada
angeline dari pada harta warisan dll
6.
Salsabila Adifa : Menurut
saya apa yang telah dilakukan oleh ibu tiri Angeline merupakan salah satu
contoh pelanggaran HAM pasal 28 A dan B. Tidak sepantasnya ibu tiri Angeline
membunuh anak kecil yang tidak berdosa itu. Angeline disiksa, dianiaya bahkan
diperkosa. Seperti yang kita ketahui di Indonesia terdapat hak untuk hidup hak
untuk melanjutkan masa depan yang baik dan hak untuk mendapat perlindungna.
Para penegak hukum harus memberi hukuman yang setimpal untuk kejadian-kejadian
seperti ini agar nantinya tidak akan lagi ada peristiwa menyedihkan ini di
Indonesia.