DISUSUN
OLEH
Kelompok
6 XI MIPA 7 SMA XAVERIUS 1 Palembang
1. Damian Catur P (7)
2. Mocca Pratama (22)
3. Michael Cahyadi (26)
4. Yehezkiel (37)
5. Yessy A.
(38)
(Link
video) https://youtu.be/ZLvqm8MeR24
Kasus
pelanggaran ham yakni penganiayaan dan pembunuhan Salim Kancil merupakan bentuk
kasus pelanggaran HAM. Peristiwa pada tahun 2015 berawal mula dari penambangan
pasir Pantai Watu Pecak ilegal, aktivis mencoba menghentikan penambangan
tersebut. Namun, beberapa gerombolan mengikat tangan Salim dan membawanya ke
Balai Desa selok Awar – Awar yang berjarak 2 km dari rumahnya dengan cara
diseret.
Menurut
kabar yang beredar. Jaksa penuntut umum Dodi Gozali Emil menuntut bekas Kepala
Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Haryono dengan
hukuman seumur hidup. Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri
Surabaya, Kamis, 19 Mei 2016. Jaksa menilai Haryono sebagai aktor intelektual
pembunuhan aktivis antitambang pasir, Salim alias Kancil pada September tahun
lalu. Selain Haryono, tututan seumur hidup juga dijatuhkan pada Mad Dasir.
Menurut jaksa, Haryono terbukti melakukan perencanaan pembunuhan Salim Kancil.
Keterangan saksi yang diajukan dalam persidangan menurut, kata jaksa, sangat
kuat untuk menuntut hukuman sumur hidup bagi Haryono. "Menyatakan terdakwa
Haryono dan Mad Dasir dituntut seumur hidup," kata Dodi.
Sebelumnya,
Haryono didakwa dengan dakwaan primer
Pasal
340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dakwaan subsider Pasal 338 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Lebih Subsider Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP.
Serta, ditambah dengan dakwaan sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain
dituntut seumur hidup, Haryono juga dituntut enam tahun penjara atas dakwaan
Penambangan Ilgal dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Haryono terbukti
mengalirkan dana dari penambangan pasir illegal di Pantai Watu Pecak ke
beberapa pihak. "Saya tidak membunuh, saya tidak ikut merencanakan,"
ucap Haryono usai sidang.
Jaksa
membacakan tuntutan 13 berkas terdakwa pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan
Tosan secara bersamaan dan dibagi secara berkelompok. Sebanyak 34 tersangka
mendengarkan tuntutannya secara bergantian. Hanya Mad Dasir dan Haryono yang
dituntut seumur hidup. "Perbedaan itu didasarkan pada tindak pidana yang
dilakukan," kata jaksa.
Adapun
yang lain, dalam perkara penambangan ilegal, jaksa menuntut Madasir, Harmoko,
Khusnul Rafiq, dan kawan-kawan 4 tahun penjara. Adapun dalam kasus pembunuhan
Salim Kancil dan penganiayaan Tosan dibagi tiga jenis tuntutan.
Untuk
kasus pembunuhan dan penganiayaan, terdakwa Tinarlap, Widianto dkk dituntut 17
tahun penjara. Pembunuhan Salim Kancil, Timartin dkk dituntut 14 tahun penjara.
Dan terahir penganiayaan Tosan, Suparman dkk dituntut 8 tahun penjara.
Penasehat hukum terdakwa enggan berkomentar terhadap tuntutan jaksa.
Tosan dan 20 warga Selok Awar-awar hadir
menonton sidang. Dia menggunakan kemeja putih dan celana cocelat. "Kurang
berat itu tuntutannya (pada Haryono). Seharusnya dihukum mati, karena sudah
rusuh di kampung," kata Tosan.
Polres lumajang saat ini telah mengamankan 22
orang terduga pelaku penggeroyokan. Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono Kabid
Humas Polda Jatim mengatakan, dari 22 terduga pelaku ini 19 diantaranya sudah
ditahan. "Dua tersangka lainnya tidak ditahan karena masuk kategori di
bawah umur yakni 16 tahun.
Pegiat
lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas
terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil
di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9). Mereka menuntut kepolisian
mengusut tuntas serta menangkap aktor intelektual dibalik kasus pembunuhan
tersebut sesuai temuan Kontras dan Walhi.
Ari Bowo Sucipto /ANTARAFOTO
Pembunuhan
warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur Samsul alias Salim Kancil (46)
memicu kemarahan banyak pihak. Salim menjadi korban aksi kekerasan dan
penganiayaan sekelompok orang secara brutal.
Aktivitas
Salim Kancil menolak tambang Galian C di desanya, diduga menjadi latar aksi
kekerasan ini. Awal terjadinya penolakan aktivitas penambangan pasir oleh
masyarakat Desa Selok Awar-Awar dimulai sekitar Januari 2015.
Beberapa
forum ini melakukan beberapa gerakan advokasi protes tentang penambangan pasir
yang menyebabkan rusaknya lingkungan di desa mereka.
Berikut
beberapa gerakan advokasi mereka:
1. 8 Februari 2015, Tosan mengaku menghadiri
pertemuan di kantor Kecamatan Pasirian. Pertemuan itu juga dihadiri Kepala
Kepolisian Sektor Pasirian, Komandan Koramil Pasirian, dan Haryono. Pertemuan
itu membahas permintaan Tosan dan kawan-kawan agar kegiatan penambangan pasir
di Pantai Watu Pecak dihentikan. Keesokan harinya, Tosan mendapatkan surat dari
Haryono yang menyatakan penambangan pasir ditutup.
2. Juni 2015. Forum warga menyurati Bupati
Lumajang untuk meminta audiensi tentang penolakan tambang pasir. Surat tersebut
tidak direspons oleh Bupati Lumajang.
3. 9 September 2015. Forum warga melakukan
aksi damai penghentian aktivitas penambangan pasir dan truk muatan pasir di
Balai Desa Selok Awar-Awar.
4. 10 September 2015. Muncul ancaman
pembunuhan yang diduga dilakukan oleh sekelompok preman yang dibentuk oleh
Kepala Desa Selok Awar-Awar kepada Tosan. Kelompok preman tersebut diketuai
oleh Desir.
5. 11 September 2015. Forum melaporkan tindak
pidana pengancaman ke Polres Lumajang yang diterima langsung oleh Kasat Reskrim
Lumajang, Heri. Saat itu Kasat menjamin akan merespons pengaduan tersebut.
6. 15 September 2015. Haryono dan Madasir
kembali membuka penambangan pasir yang selama ini ilegal. Menyikapi hal itu,
Tosan mengajak Salim Kancil menggelar unjuk rasa menolak pembukaan tambang
tersebut.
7. 19 September 2015. Forum menerima surat
pemberitahuan dari Polres Lumajang terkait nama-nama penyidik Polres yang
menangani kasus pengancaman tersebut.
8. 21 September 2015. Forum mengirim surat
pengaduan terkait penambangan ilegal yang dilakukan oleh oknum aparat Desa
Selok Awar-Awar di daerah hutan lindung Perhutani.
9. 25 September 2015. Forum mengadakan
koordinasi dan konsolidasi dengan masyarakat luas tentang rencana aksi
penolakan tambang pasir dikarenakan aktivitas penambangan tetap berlangsung.
Aksi ini rencananya digelar 26 September 2015 pukul 07.30 WIB.
10.
26 September 2015. Sekitar pukul 08.00 WIB, terjadi penjemputan paksa dan
penganiayaan terhadap dua orang anggota forum yaitu Tosan dan Salim Kancil.
Kejadian
penganiayaan Tosan
Sekitar
pukul 07.00 WIB, Tosan sedang menyebarkan selebaran di depan rumahnya bersama
Imam.
Sekitar
pukul 07.30 WIB, sekelompok preman berjumlah sekitar 40 orang dengan sepeda
motor mendatangi Tosan dan mengeroyoknya. Sebelum diminta melarikan diri oleh
Tosan, Imam sempat melerai penganiayaan tersebut.
Tosan
dianiaya dengan menggunakan kayu, batu dan celurit.Tosan mencoba lari dengan
menggunakan sepeda angin, namun gerombolan tersebut berhasil mengejar. Di
Lapangan Persil, korban terjatuh, dan kemudian dianiaya kembali dengan
pentungan kayu, pacul, batu dan celurit, bahkan sempat ditindas dengan sepeda
motor.
Tak
lama, Ridwan, rekan satu forum Tosan, datang dan melerai. Preman kabur. Ridwan
membawa Tosan ke RSUD Lumajang.
Kejadian
penganiayaan Salim Kancil
Setelah
menganiaya Tosan, gerombolan preman tersebut kuat diduga menuju rumah Salim
Kancil. Salim, yang saat itu sedang menggendong cucunya yang berusia 5 tahun,
langsung meletakkan cucunya di lantai ketika gerombolan tersebut datang dan
menjemput paksa.
Gerombolan
mengikat tangan Salim dan membawanya ke Balai Desa Selok Awar-Awar yang
berjarak 2 km dari rumahnya dengan cara diseret. Selain dipukuli, digergaji
lehernya, Salim juga diestrum. Kejadian terjadi kurang lebih setengah jam,
hingga menimbulkan kegaduhan yang pada saat itu sedang berlangsung proses
belajar mengajar di sebuah sekolah Paud.
Kebal
dengan penganiayaan tersebut, Salim kemudian diseret kembali ke sebuah daerah
pemakaman. Salim akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya ketika dihujani
pukulan batu di kepalanya dalam posisi tertelungkup dengan tangan terikat.
Tubuh,
terutama kepala korban penuh luka benda tumpul, di dekatnya banyak batu dan
kayu berserakan.
Tersangka
Dari
kesaksian Ridwan dan Imam yang telah dimintai keterangan oleh pihak penyidik
Polres Lumajang, ada 19 nama yang diduga pelaku penganiayaan dan pembunuhan
kepada Tosan dan Salim Kancil, antara lain Desir, Eksan, Tomin, Tinarlap,
Siari, Tejo, Eli, Budi, Sio, Besri, Suket, Siaman, Jumunam, Satuwi, Timar,
Buri, Miso, Parman dan Satrum.
Kombes
Pol Raden Prabowo Argo Yuwono Kabid Humas Polda Jatim mengatakan, dari 22
terduga pelaku ini 19 diantaranya sudah ditahan. "Dua tersangka lainnya
tidak ditahan karena masuk kategori di bawah umur yakni 16 tahun," kata
dia pada Radio Suara Surabaya. Kedua terduga pelaku di bawah umur ini, lanjut
dia, juga ikut dalam aksi pengeroyokan pada korban.
Sumber
Analisis
dan Opini:
1. Mocca
Dalam
pasal 28 a setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya.
Makna:.
Maksud isi tersebut adalah bahwa setiap manusia terutama warga negara
indonesia, sejak ia lahir mempunyai hak yang sama dalam hal hak untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membeli nyawa
orang lain atau menghilangkan nyawa orang lain dengan alasan apa pun. Jika ada
yang menghilangkan nyawa orang lain dengan atau apa lagi tanpa alasan, terutama
dalam kasus Salim yang hanya mementingkan salah satu pihak kepentingan
pribadinya saja, maka orang tersebut harus menanggung hukuman sesuai dengan
hukum yang berlaku agar kasus ini tidak terulang kembali di indonesia, dan tiap
bangsa menjadi aman, tentram dn sejahtera tanpa ada kekerasan fisik atau
lainnya.
2. Yessy
Nyawa
manusia tidak dapat digantikan dengan apapun juga. Menganiaya dan menghilangkan
nyawa orang lain berarti menodai kodrat dasar yang dimiliki oleh manusia, yaitu
hak untuk hidup. Kasus Salim Kancil dan Tosan telah menjadi bukti penodaan
terhadap kodrat dasar manusia. Kasus ini membuat saya prihatin. Bagaimana
mungkin arogansi dan keserakahan manusia membuat mereka tega mengilangkan nyawa
orang lain yang berbuat benar ? Salim Kancil yang peduli terhadap kondisi
lingkungannya dengan melakukan aksi demonstrasi terbuka terhadap penambangan
illegal di daerahnya justru dianiaya, disiksa, dan dibunuh. Padahal, UUD 1945 pasal 28 menyatakan
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang", hal ini
berarti setiap orang mempunyanyi kebebasan untuk mengeluarkan pikiran, salah
satunya dengan melakukan aksi demonstrasi. Keadilan harus ditegakan ! Para
pembunuh dan dalang di balik kasus pembunuhan ini sudah sepantasnya mendapatkan
hukuman dan sanksi yang setimpal. Kita harus mengingat bahwa puluhan preman
yang menganiaya Salim Kancil dan Tosan tidak beroprasi sendiri untuk
tujuan-tujuan sentimental yang bersifat pribadi. Kasus ini telah melanggar UUD
1945 pasal 28 A, yaitu "Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya." ,dan melanggar pasal 28 I ayat (1) yaitu "Hak untuk
hidup dan Hak untuk tidak disikasa." Kedua korban dianiaya karena
melakukan protes terhadap kegiatan penambangan di wilayahnya. Orang yang tega
membunuh nyawa orang lain karena orang tersebut berbuat sesuatu yang benar
tidak pantas menerima pengampunan dan kesempatan hidup. Sebab, mereka para
pelaku telah mengabaikan dan melanggar pasal 28 J ayat (1), yaitu "Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara." Hukum mereka dengan tegas dan
buatlah mereka sadar untuk bisa menghargai nyawa manusia dan tidak berbuat
seenaknya terhadap nyawa manusia yang tidak bisa mereka ciptakan maupun
kembalikan.
3. Damian
Menurut
saya, akar permasalahan ini tidak terlalu besar/sulit, melainkan hanya
tersangka yang menyuruh pembunuh bayaran untuk membunuh korban dengan keji dan
sadis.
kasus seperti ini telah melanggar ham pasal 28
yaitu hak setiap orang untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Sebab
Hukum itu harus adil, tidak boleh pandang bulu, pihak berwajib harus cepat unuk
menyelesaikan kasus seperti ini agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi di
indonesia. Buatlah Indonesia menjadi
negara yang baik dan adil.
4. Michael
Saya
sangat tidak setuju dengan apa yang terjadi pada Bapak Salim. Menurut saya,
para pelaku yang telah membunuh Salim harus mendapatkan hukuman yang setimpal
dengan perbuatannya itu karena sangat tidak masuk akal melakukan pembunuhan
terhadap Pak Salim yang berusaha melakukan hal yang baik, tetapi justru
dibunuh. Mereka harus dihukum agar
mereka tidak akan pernah lagi mengulangi apa yang pernah mereka perbuat. Hukum
di Indonesia harus dijunjung tinggi, siapa yang bersalah harus dihukum dan
dibuat menyesali perbuatannya, agar Indonesia menjadi negara yang lebih baik
lagi dan adil dalam hal hukum. Terutama dalam pelanggaran tentang hak hidup dan
kebebasan berpendapat. Hal yang benar harus dibela dan diperjuangkan,
sebagaimana pandangan masyarakat terhadap hal tersebut, yang penting hal yang
dilakukan itu adalah yang benar.
5. Yehezkiel
Kasus
Salim Kancil adalah salah satu contoh nyata dari akibat ketamakan dan
keserakahan seseorang. Demi meluruskan kepentingannya, kepala desa tega
membunuh warganya sendiri. Salim Kancil dan temannya, Tosan, tidak bersalah.
Benar bahwa mereka ingin melindungi kepentingan bersama, para warga. Toh,
bukanlah kebebasan berpendapat itu dilindungi oleh UUD? Bukankah kebebasan berpendapat itu adalah hak
tiap manusia, yang diakui hampir seluruh dunia? Mereka hanya mencoba menyampaikan
aspirasi mereka. Pemerintah kabupaten pun mendukung upaya mereka. Tapi, kenapa
hal ini sampai terjadi? Kenapa Salim Kancil dan Tosan harus dianiaya dengan
cara yang tidak manusiawi? Kenapa Salim Kancil harus diseret hampir 2 km,
digergaji lehernya, disetrum, dan dilempari batu? Semua ini kembali lagi pada
keserakahan. Si kepala desa juga terlalu 'bernafsu' dan tidak lagi
memperdulikan kepentingan masyarakatnya. Semua yang menghalangi harus
'dilenyapkan' agar keinginannya terwujud, demi tumpukan rupiah yang siap masuk
ke kantongnya. Kepentingan individu atau kelompok dan kekuasaan kerap kali
'membutakan' seseorang dan membuatnya 'sampai hati' untuk melenyapkan dan
membungkam kubu oposisi, sekalipun harus melanggar hak kodrat mereka sebagai
manusia. Kasus Salim Kancil hanya sebagian kecil dari beragam kasus pelanggaran
kebebasan berpendapat di negeri ini, yang sejak era Orde Baru hingga era
Reformasi ini masih terus terjadi. Perlu kesadaran dari tiap manusia agar tidak
menjadi tamak dan serakah, dan mengabaikan kepentingan masyarakat demi
keuntungan dirinya.