Disusun oleh
Kelompok 2 Kelas XI MIPA 8 SMA
Xaverius I Palembang
Nama anggota :
1. Bagas Yoga Wiranata (02)
2. Daniel Wilyam P.B. (06)
3.
Eric Saputra (10)
4. Jeremy Timoshenko (18)
5. Miranda Carolina (25)
6. Saskia Marcella (34)
Link
video (youtube) : https://www.youtube.com/watch?v=T9UGvxl6SAI
Pendahuluan
dan Kronologi Kejadian
Munir Said Thalib atau yang akrab kita
sebut sebagai Munir memang tidak asing lagi di telinga kita. Ia adalah seorang
aktivis HAM yang aktif menangani berbagai kasus HAM besar seperti kasus
pembunuhan Marsinah (seorang aktivis dan buruh pabrik) pada 1994, penghilangan
orang pada masa transisi 1997-1998, serta kasus penculikan oleh tim Mawar dari
Kopasus, sampai pada kasus kekerasan pada DOM Timor-Timur, Aceh, dan Papua.
Keberaniannya dalam mengusut kasus-kasus
HAM yang dinilai berbahaya, penuh intrik, dan yang harus membuat nyawanya
menjadi taruhan ini membuat namanya hidup ditengah-tengah dunia walau ia sudah
tak lagi di tengah dunia. Ia bahkan mendapatkan penghargaan "The Leaders
for The Millenium" dari majalah Asia Week tahun 2000. Nahasnya, keberanian
yang dikagumi semua orang ini membuatnya dan orang-orang yang mencintainya
harus merelakan nyawanya. Walau kematiannya tidak berakhir sia-sia, membawa
perubahan besar dalam dunia perlindungan HAM, dan membuka mata ribuan orang di
dunia untuk menyadari pentingnya HAM, tetap saja kematiannya merupakan suatu
tragedi besar dan penuh penyesalan orang-orang yang tak mampu mencegah tragedi
ini.
Munir lahir di Malang, Jawa Timur pada 8
Desember 1965 sebagai anak ke-6 dari 7 bersaudara. Ia merupakan seorang aktivis
HAM Indonesia, keturunan Arab-Indonesia. Semasa hidup, ia dikenal baik sebagai
seorang yang menjunjung tinggi tolerasi, nilai-nilai kemanusiaan, anti
kekerasan, serta keadilan. Ia berjuang tanpa henti dalam melawan
praktik-praktik otoritarian serta militeristik, dan membela hak-hak mereka yang
tertindas. Ia hidup dengan penuh kesederhanaan dan kerendahan hati, tidak
menjadi hamba uang, jabatan, dan kekuasaan sehingga membuatnya menjadi sosok
yang sangat amat dibenci pihak-pihak yang sering berbuat curang dan jahat.
Ia berkuliah di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya dan menjadi aktivis kampus yang sangat gesit. Ia juga
pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada
tahun 1989, Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia pada
1989, anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Direktur Eksekutif Lembaga
Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial, dan masih banyak lagi jabatan
di masa mudanya.
Munir meninggal pada 7 September 2004
dalam pesawat Garuda GA-974 jurusan ke Amsterdam. Perjalanan itu dilakukan
unruk melanjutkan study nya ke Universitas Utrecht. Tiga jam setelah pesawat
take off dari Singapura, awak kabin melapor pada pilot Pantun Matondang, bahwa
Munir yang duduk di kursi 40 G sedang sakit dan terus-menerus ke toilet. Pilot
lalu meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Akhirnya Munir
dipindahkan di sebelah seorang penumpang yang berprofesi sebagai dokter dan
bersedia berusaha membantunya. Sebelumnya, Munir sudah terlebih dahulu berkenalan
dan berbincang dengan dokter tersebut. Penerbangan itu membutuhkan waktu 12 jam
sebelum mendarat di Amsterdam. Selama itu, Munir terus merasa sakit dan
beberapa kali ke toilet. Namun di pesawat
itu tidak ada infus atau obat-obatan lain yang dinilai bisa memenuhi
kebutuhannya, sehingga akhirnya dokter tersebut memberi pertolongan sebisanya
sesuai dengan yang dapat dilakukan dalam penerbangan tersebut. Sayangnya, 2 jam
sebelum pesawat mendarat, Munir dinyatakan meninggal dunia. Hal ini menimbulkan
kebingungan karena kematiannya dinilai sangat janggal.
Pada tanggal 12 November 2004,
dikeluarkan kabar bahwa Institut Forensik Belanda menemukan jejak senyawa
Arsenikum setelah otopsi, yang segera dikonfirmasi oleh kepolisian Indonesia.
Saat itu, Munir diduga diracun, walau pembunuhnya belum dapat dipastikan,
mengingat begitu banyak pihak yang merasa terancam karena sikap Munir yang
terus mencari otak dibalik pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi.
Pada 20 Desember 2005, Pollycarpus
Budihari Priyanto divonis hukuman 20 tahun penjara dan mantan Direktur Utama
PT. Garuda Indonesia, Indra Setiawan, divonis 1 tahun penjara atas pembunuhan
terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang
sedang cuti, membuat surat tugas palsu dan menaruh arsenik di makanan Munir,
dengan motif ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim, Cicut
Sutiarso menyatakan bahwa sebelum membunuh Munir, Pollycarpus menerima beberapa
panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen
senior, namun tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil
penyelidikan itu tak pernah dikemukakan pada publik.
Pada 2004, di Mabes Polri terjadi
pertemuan antara Kepolisian, Kejaksaan Agung, Dephuk dan HAM, serta aktivis HAM
untuk membahas tindak lanjut tim independen kasus Munir. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono lalu mengesahkan Tim Pencari Fakta untuk kasus Munir yang
anggotanya melibatkan kalangan masyarakat sipil untuk membantu Polri meyelidiki
kasus Munir.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (Purn) Muchdi
Pr, yang kebetulan adalah orang dekat Prabowo Subianto dan wakil ketua umum
partai Gerindra, ditangkap karena dugaan kuat bahwa ia terlibat dalam
pembunuhan terencana Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya,
namun pada 31 Desember 2008, ia divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial
dan menimbulkan kecurigaan besar dalam masyarakat. Kabarnya, kasus ini tengah
ditinjau ulang dan 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.
Munir meninggalkan seorang istri bernama
Suciwati dan dua orang anak. Ia meninggalkan dunia dengan cara yang tragis,
oleh orang-orang yang berupaya membungkam mulutnya yang terus menerus tanpa
lelah menyuarakan keadilan dan kebenaran. Ia memang sudah meninggal, namun
jasa, keberanian, dan kebenaran yang terus dipegangnya erat sampai akhir
hayatnya akan selalu dikenang, dan akan selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Sumber
:
1.http://www.academia.edu/16593062/KASUS_PEMBUNUHAN_MUNIR_SEBAGAI_BUKTI_PELANGGARAN_HAK_ASASI_MANUSIA_DI_INDONESIA
2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Munir_Said_Thalib
3.
http://gitarodianah.blogspot.co.id/2014/09/kasus-munir.html
Opini
Bagas Y.W. : Menurut saya kasus Munir
ini merupakan kasus yang sudah jelas tapi diperumit oleh pihak-pihak yang
tersembunyi, sudah terlihat jelas bahwa Munir telah dibunuh karena
keberaniannya dalam menuntut hak-hak yang dimiliki oleh orang-orang. Oleh
karena itu menurut saya kasus Munir ini harus ditindaklanjuti lagi supaya
jelas, terlebih lagi sudah ada banyak orang yang mendukung Munir tersebut.
Daniel W.P.B. : Menurut saya Munir
adalah seorang pejuang HAM yang hebat karena dia berani untuk mengusut kasus
HAM tetapi demi kepentingan sekelompok orang dia diracuni di atas pesawat
Garuda. Jiwa seorang Munir patut kita contoh dalam hal keberanian dan
kegigihannya di masa sekarang ini.
Eric S. : Kasus tersebut sangat
melanggar HAM karena telah menghilangkan nyawa seseorang. Apalagi dengan cara
meracuni/memberi senyawa kimia yang berbahaya pada korban, itu sama saja
menyiksa danmembuat korban perlahan-lahan tersiksa dan kahirnya meninggal duni.
Seharusnya pelaku yang mekanggar HAM tersebut diberi hukuman setimpal sehingga
kasus seperti ini tidak terjadi lagi dan semua orang menaati tata
tertib,tentram, aman dan tidak ada lagi
kasus pelanggaran HAM.
Jeremy T. : Menurut saya, dalam pembunuhan
Munir ini, pelaku sudah melanggar UUD pasal 28. Pembunuhan Munir ini dilakukan
dengan terencana. Pelakunya yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot
yang sedang cuti namun membuat surat tugas palsu agar dapat mengikuti Munir dan
melakukan tujuannya yaitu untuk mendiamkan Munir.
Miranda C. : Menurut saya, kasus Munir
ini sangat menyedihkan. Ia seorang yang sangat baik dan penuh rasa keadilan,
serta tanpa henti berjuang membela kebenaran. Namun oleh tangan-tangan pihak
sombong dan tidak berperikemanusiaan, nyawanya harus diambil. Pembunuhan
terencana ini jelas-jelas melanggar HAM yang dimiliki setiap manusia tanpa
terkecuali. Munir, yang jelas-jelas orang baik, diambil haknya untuk hidup,
sekaligus untuk berpendapat, mengemukakan banyaknya ketidakadilan yang terjadi,
melawan politik dan hukum kotor yang merajalela dengan bebas. Namun kematiannya
tidak sia-sia. Kematiannya membuka bagi banyak orang kesempatan untuk lebih berani, serta
kesadaran akan betapa pentingnya kehidupan setiap orang. Kematiannya memotivasi
banyak orang untuk turut berjuang bersama namanya dan membela keadilan dan
kebenaran. Saya berharap kedepannya tidak ada lagi kasus-kasus seperti ini dan
semoga dengan kematiannya ini, semakin banyak orang yang sadar akan betapa
berharganya keadilan, kebenaran, dan hidup setiap orang, dan mau maju memerangi
ketidakadilan-ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka.
Saskia M. : Menurut saya, pembunuhan
terhadap Munir Said Thalib telah melanggar hak asasi untuk hidup yang terdapat
pada pasal 28 "setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk
mempertahankan kehidupannya." Banyak orang yang terlibat dalam pembunuhan
berencana tersebut salah satunya Pollycarpus Budihari Priyanto yang telah
menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan berencana ini, dimana pada penerbangan
Munir seharusnya Pollycarpus sedang mengambil cuti namun Pollycarpus membuat
surat tugas palsu agar dapat mengikuti Munir sampai ke Amsterdam.